Selamat Membaca

Kamis, 09 Februari 2017

Maafkanlah Saya, Karena baru memulai KM nol

Maafkanlah Saya, karena baru memulai KM nol

Keberadaanku hari ini, besok dan seterusnya akan menentukan akhir dari hidupku. Saat ijab kabul di jawab “sah” dan do’a pengantin riuh dipanjatkan oleh tamu undangan walimatul ursy 6 tahun yang lalu, saat itulah kehadiranku hanyalah atas ridho suami.
Di awal pengantin baru, kami  disibukan dengan aktifitas masing-masing. Suami bekerja 24 jam mengurusi jualan kayunya, dan saya pergi mengajar ke SDIT jam 6 pagi, pulang sampai rumah jam 4 sore, terkadang sampai menjelang magrib. Sampai akhirnya jelang kelahiran Ghaida tepat 1 tahun pernikahan, saya memutuskan untuk resign dari mengajar di SDIT, ingin sepenuhnya bisa melayani suami yang tempat kerjanya dekat dari rumah dan ingin menjadi guru bagi nak- anakku.
Kesibukanku mengurusi rumah tangga ternyata tidak membuat saya menikmati sepenuhnya peran mulia tersebut. Rasa bosan, jenuh dan capek mulai menghinggapi di awal kelahiran Ghaida, sampai akhirnya saya merasa butuh eksistensi di halayak ramai sebagai pengganti hiburan.
Online Shop yang menyeru pada  go green menjadi pilihan aktifitas berikutnya sambil mengasuh anak jualan terus berjalan. Misi positif berjualan saat itu adalah ingin banyak berbagi dengan sesama dari hasil usaha sendiri.
Hari ke hari, bulan berlalu dan tahun tak terasa sudah berganti 4 hitungan ( sampai Ghaida punya 2 adik).  Sebenarnya suami beberapa kali menyatakan kasihan melihatku yang seolah tidak ada istirahatnya mengurusi anak-anak dan domestik lainnya, dan memintaku untuk berhenti berjualan. Tapi permintaan itu selalu menghasilkan kekecewaan baginya dan sayapun terus melanjutkan olsho yang berlogo “ Partner Keluarga Bijak”.
Sampai tiba waktunya saya tidak bisa berpikir panjang untuk melanjutkan jualanku dan fokus urus domestik dan pendidikan anak- anak. Moment itu terjadi pada hari yang tidak pernah di persiapkan bahkan menduga. Tanggal 16 bulan 06 tahun 2016 tepat pada usia pernikahanku 6 tahun di tanggal 6 bula 06 tahun 2010, ibu mertuaku pergi meninggalkan kami untuk selamanya. Figur “seorang ibu cekatan mengurusi kebutuhan fisik keluarga” yang selalu kuamati karena rumah kami berdekatan kini harus dapat kuaplikasikan.
Delapan bulan kepergian ibu,  berarti sudah 8 bulan pula saya memasuki kehidupan babak baru. Kepergian ibu yang terkesan mendadak. Saat itu sepulang sholat tarawih dimasjid, selepas mendengarkan kultum tarawih suami, ibu merasa tidak enak badan, dan akhirnya memutuskan di bawa ke rumah sakit, tak lama kemudian ibu pergi untuk selamanya. seperti ada pukulan berat menghantam jiwa raga yang membuat saya tersadarkan akan hakikat hidup ini.
Sama seperti ibu, kini saya pun menjadi ibu. Sama seperti ibu yang setia melayani bapak, saya pun harus stia  melayani keperluan suami. Sama seperti ibu yang cekatan dalam mengurusi keperluan keluarga sampai akhir hidupnya, dan saya pun harus berusaha semaksimal mungkin untuk menjalankan peran keibuan dan istri sebagai medan jihadku saat ini. Kepergian ibu pun mneyadarkan saya bahwa kematian sangat dekat, bisa datang secara mendadak. Dan sering sekali saya bermimpi orang- orang sekitar termasuk keluarga dekat satu persatu meninggalkan saya. Kepergian ibu semoga menjadi Dzikrul maut bagi saya dan keluarga.     
               Teruntuk suamiku tercinta, maafkanlah atas segala khilaf dan kekuranganku selama 6 tahun kita bersama. Baru kusadari bahwa hadirku saat ini adalah ada dalam ridhomu. Sebelum menikah memang kita banyak bersaing dalam prestasi. Saya dengan lantang berkata “ Inilah Saya, saya adalah apa yang saya pikirkan. Sekarang dalam balutan ijab kabul pernikahan saya akan tegas berkata “ inilah saya istrinya Rahmatullah Ubay, saya adalah apa yang suami saya pikirkan. Saya akan begitu nyaman beraktifitas jika telah mengantongi izin darimu. Maka mulai saat ini saya akan bersungguh- sungguh menikmati peranku di dalam rumah sebagai istri dan ibu untuk anak- anak kita. Semoga kekecewaanku padaku akan berubah dengan rasa syukur tak bertepi. Amiin.  



4 komentar:

  1. Wahh, pengalamannya bisa dijadikan pelajaran, tengkyu kak untuk ceritanya 😊

    BalasHapus
  2. Saya juga pernah berpikir tuk jadi IRT saja. Tetapi ternyata kerjaannya lebih berat...akhirnya saya urungkan niat & melanjutkan bekerja di luar rumah. Salam kenal kak...
    www.feriyana.com

    BalasHapus
  3. Aamiin.. salam rempong dan salam kenal sesama IRT mba :)

    BalasHapus